-

Font Size :

Language

Monday, January 5, 2009

bukan cuma cinta yang kumau

Informasi Halaman :
Author : Yurika Febri Perdana ~ admin ebiSHARE_Blog's
Judul Artikel : bukan cuma cinta yang kumau
URL : http://ebishare.blogspot.com/2009/01/bukan-cuma-cinta-yang-kumau.html
Bila berniat mencopy-paste artikel ini, mohon sertakan link sumbernya. ...Selamat membaca.!



04.30 pagi Nena bangun, langsung beranjak mandi, sholat shubuh dan bersiap berangkat kerja. Setiap hari Nena harus bangun pagi, karena dia harus sampai di kantor jam 05.30 dan pulang malam jam 21.00, kadang bisa lebih. Demi mengejar kesuksesan, Nena rela berjauhan dengan kekasih dan orang tuanya yang ada di Yogja. Di kota metropolitan ini, awalnya Nena hanya bekerja sebagai penyiar salah satu radio berita, namun karena prestasinya selalu menonjol, hanya dalam waktu 3 tahun dia berangsur-angsur naik, dari produser acara, programmer sampai station manager. Karir gemilang, pribadi yang santun, ceria, dan smart, ditambah wajah manis yang selalu membuat para pria mencuri-curi pandang, sering membuat banyak perempuan iri padanya.

Namun tidak ada yang tahu sesungguhnya, dibalik cahaya bersinar itu, ada satu ruang kelabu. Sebenarnya bukan hanya untuk karir Nena berangkat ke Surabaya, tapi juga karena keinginannya memberi pelajaran pada Dedi, pujaan hatinya. Nena dan Dedi berpacaran sudah lama sekali. Awalnya mereka bertemu sewaktu aliansi organisasi intra dan ekstra kampus untuk aksi May Day tahun 2002. Nena mewakili BEM FISIP kampusnya, sedang Dedi aktivis salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus, yang terkenal getol menggagas ide-ide revolusioner. Kebetulan sekali, saat ada aksi maupun event-event kampus mereka sering bekerja sama dalam satu divisi. Awalnya hanya saling tegur sapa, saling tukar ide, saling pinjam buku, lalu Dedi kerap mengantar-jemput Nena ke kampus, akhirnya mereka pacaran.

Semasa di Yogya, kemanapun Nena pergi selalu ada Dedi. Dedi selalu menjadi pelindung, sekaligus problem solver pribadi bagi Nena. Bulan demi bulan, terlewati, akhirnya umur pacaran mereka pun tak terasa sudah berjalan 2 tahun lebih. Nena semakin tergantung pada Dedi. Bahkan menggantungkan harapan setinggi langit pada Dedi. Merajut masa depan cerah, bersanding dengan Dedi di pelaminan adalah impiannya. Dedi terpaut satu tingkat lebih awal dari Nena, tapi ternyata Nena lulus kuliah lebih awal dari Dedi. Siapa yang menyangka, aktivis pemuda yang hebat dan revolusioner, mahasiswa yang dikenal semua dosen karena teori-teorinya yang cemerlang, juga anak muda yang dicintai lingkungan karena keramahan dan sikap ringan tangannya, ternyata tidak bisa me-manage kehidupannya sendiri.

Begitu lulus kuliah, Nena langsung bekerja di sebuah radio entertainment di Yogya, sementara Dedi tak kunjung lulus juga. Berbagai bentuk dorongan diberikan Nena dengan sabar pada Dedi, tapi entah kenapa itu semua tak membawa hasil. Sudah satu tahun lebih skripsi Dedi terbengkalai, dan ada saja alasannya yang membuat Nena diam ketika mereka beradu mulut mempermasalahkan skripsi Dedi. “Aduh, Nen dosen pembimbingku keluar kota, jadi hari ini aku tak jadi bimbingan,” kata Dedi pada Nena.

“Oh ya, emang pergi kemana dan berapa lama? Kemarin katanya dosennya sakit, sekarang pergi. Trus besok mau kemana lagi. Ah ! tau ah, bosan aku Ded. Emang apa sih susahnya ngerjain skripsi!. Jujur aku sudah bosan begini terus.“ Sentak Nena.

“Tolong dong ngertiin aku sayang…., kamu tahu kan kalau aku juga harus membantu kawan-kawan di organisasi. Banyak yang harus ku kerjakan, selain mengantar jemput kamu, juga mengerjakan skrispi sialan itu, akhir-akhir ini makin banyak agenda di organisasi yang menumpuk.” Jawab Dedi membela diri.

“Oh gitu ya!. Ya udah mulai sekarang nggak usah ngantar-jemput aku. Dan kenapa sih kamu masih saja sibuk ngurusin organisasimu itu? Emang nggak ada orang lain apa?!. Umur kamu sudah berapa sekarang Ded. Melek dong!! sekarang persaingan kerja makin sengit, pengangguran makin bertumpuk. Harusnya kalau kamu memang aktivis sejati, kamu juga bisa me-manage dirimu sendiri. Nggak seperti ini meneriakkan penderitaan orang lain, tapi nggak bisa memperbaiki diri sendiri !” Omel Nena.

“Nen! Masak hanya gara-gara skripsiku belum selesai kamu jadi berubah kayak gini. Lagian jangan bawa-bawa organisasiku dong.” Bantah Dedi, dengan emosi juga.

“Kan kamu yang mulai. Terserah kamu mau apa saja aku nggak perduli.”

BRUUAKKKK !!! Nena masuk rumah sambil menutup pintu keras-keras.

“Nena… Tunggu sayang dengarkan dulu. Iya iya aku pasti lulus. Aku pasti bisa memenuhi keinginanmu. Tolong jangan kayak gini dong…,” rengek Dedi di depan pintu.

Sejak saat itu Nena enggan menemui Dedi lagi, enggan menerima telfon dan membalas sms dari Dedi. Hingga dua minggu kemudian, Nena mendapat tawaran kerja di radio bonafit di Surabaya. Sebelum berangkat Nena mengirim sms ke Dedi. Dedi kekasihku, maaf atas semua sikapku ya, sekarang aku berangkat ke Surabaya. Aku pindah kerja ke radio di Surabaya, di sana tawarannya lebih menarik. Kamu cepet lulus ya, trus cari kerja yang baik. Suatu saat jemputlah aku di Surabaya, dan pinanglah aku saat kau sudah siap nanti. I love u, see ya….

Dedi kaget sekali, langsung saja dia menelfon Nena. “Halo Nen, kamu sekarang dimana? Sampai mana? Naik apa? Sama siapa? Pindah ke radio apa? Di Surabaya mana?… Halo… halo….Nena… jawab donk sayang. Aku mencintaimu. Aku pasti datang menjemputmu halo halo…. tuuuutt.” Nena tak mau berkata apa-apa dia hanya mendengarkan suara Dedi di telfon sambil meneteskan butiran air mata, lalu mematikan ponselnya.

Nena yang terlahir dari keluarga perfeksionist, terbentuk menjadi orang yang selalu mengharapkan kesempunaan. Sempurna dalam pendidikan, karir, juga pasangan hidup. Dia ingin menunjukkan ke Dedi kalau hidup itu perlu perjuangan nyata. Bukan sekedar teriak dan aksi massa, tapi perwujudan nyata yang dimulai dari diri sendiri. Di Surabaya karir menjadi prioritas hidupnya. Dia pekerja yang sangat loyal pada perusahaan, selalu memacu diri, dan memberi masukan-masukan cemerlang pada perusahaan. Alhasil dalam waktu yang tidak lama, Nena memanen jerih payahnya, meraih posisi yang tinggi dalam usia muda.

Sementara itu di Yogja, karir Dedi tidak terlalu bagus. Dia memang sudah lulus kuliah, berkali-kali tes dan wawancara kerja tidak pernah diterima juga. Akhirnya dia bersama teman-temannya mendirikan counter HP di Yogja. Tentu saja pendapatan Dedi per bulan masih kecil dibandingkan dengan gaji Nena. Dedi dan Nena masih sering berhubungan lewat telfon, sms, e-mail, dan chat, walaupun nggak pernah bertemu langsung. Kesibukan mereka masing-masing, mengalahkan hasrat ingin berjumpa. Tapi Dedi selalu berkata, “Biar gajiku kecil Nen…, sedikit sedikit aku selalu menabung. Nanti kalau tabunganku sudah banyak, aku akan datang ke orangtuamu dengan penuh kejantanan dan meminangmu.”

Tapi entah kenapa, kini Nena merasakan kekosongan. Nena mulai bosan dengan hubungan jarak jauh. Nena mulai merindukan sentuhan, pelukan hangat, dan perlindungan dari seorang laki-laki. Nena merindukan kehadiran laki-laki yang lebih dari dia, lebih hebat dalam karir, lebih kaya, lebih bijak, lebih keren, dan tentunya yang lebih dari Dedi. Sampai suatu saat Nena bertemu Putra, manajer salah satu provider yang sering bekerja sama dengan radio network-nya. Putra pemuda yang hebat, masih muda, karir gemilang, kaya, tampan, dan smart. Persis sama saat Nena bertemu Dedi dulu, awalnya saling telfon masalah kerja, lalu makan malam berdua dan akhirnya memiliki kedekatan hati walau tidak ada kata yang mengikrarkan hubungan mereka. Tidak terasa sudah 6 bulan lebih Nena memiliki hubungan khusus dengan Putra, tapi tetap online dengan Dedi.

“Nena … menikahlah denganku, akan kuberikan istana terindah untukmu. Dan kita akan memenuhi istana itu dengan tawa dan cinta,” kata Putra penuh perasaan, sambil memegang tangan Nena erat-erat. Tapi Nena tak bisa berkata-kata, dia hanya memandang Putra dengan tatapan penuh kebingungan, lalu mengalihkan pandangan ke langit. Malam itu, Putra memang merencanakan makan malam spesial di halaman rumahnya yang luas, dan melamar Nena.

“Apa aku harus menjawab sekarang,” jawab Nena pelan.

“Aku mencintaimu, aku ingin kau menjadi istriku Nena. Maukah kamu menjadi bagian dari hidupku?” sambung Putra memabukkan.

Seketika Nena teringat Dedi, dia berharap bukan Putra yang ada dihadapannya, melainkan Dedi. “Tolong, beri aku waktu, aku tak bisa menjawab sekarang Putra.”

“Kenapa Nen, apa ada orang lain dihatimu? Apa aku masih kurang bagimu?” Seru Putra sedikit memaksa.

“Ehm… bukan, bukan itu, hanya saja ini terlalu tiba-tiba. Hubungan kita masih terlalu dini, untuk ngomong pernikahan Putra. Aku juga menyayangimu, tapi… tolong sabar sedikit, aku nggak bisa jawab sekarang. Kita jalani saja apa adanya dulu ya.”

Akhirnya Putra menuruti perkataan Nena, lalu mengantarkan Nena pulang. Sesampai di depan rumah Nena, entah kenapa waktu itu Nena tidak ingin segera turun dari mobil Putra. Dalam diam, perasaan mereka seakan saling bercakap, lalu Putra mendekatkan wajahnya ke wajah Nena. Nafas mereka saling berhadapan, lalu dengan lembut kedua bibir mereka menyatu cukup lama dan melepaskannya dengan mata berbinar, lalu diakhiri dengan kecupan sayang di kening Nena.

“Istirahat yang nyenyak ya sayang. Besok pagi kujemput kamu.”

Nena merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, dengan perasaan campur aduk. “Ya Tuhan, apa yang kulakukan. Betapa jahatnya aku, aku sudah mengkhianati Dedi. Aku harus bagaimana Tuhan. Mengapa aku masih mencintai laki-laki kurus dekil itu, padahal masa depan cerah, persis seperti impian setiap perempuan bisa kuraih bersama Putra. Tapi aku juga tak tega kalau harus mengkhianati Dedi. Dia laki-laki yang sudah begitu banyak mewarnai hidupku.”

Tiba tiba dering lagu Superman milik Five For Fighting mengalun dari ponsel Nena, itu tanda kalau Dedi menelfon. Nena tidak langsung menerimanya, dia terdiam seakan takut mengangkat telfon dan berfikir, mengapa saat sesuatu terjadi pada Nena, Dedi pasti langsung menelfon.

“Halo… lagi ngapain Nena, kamu baik-baik saja kan. Entah kenapa aku kok tiba-tiba kepikiran kamu ya…“

“Aku nggak apa-apa kok Ded, emang kenapa?”

“Ooo… Ya sudah kalo gitu. Kamu sudah makan kan sayang, jangan sampai telat makan ya,” kata Dedi penuh perhatian.

Perih rasanya Nena mendengar semua perkataan Dedi, rasanya dia ingin mengaku kalau dia baru saja berkencan dan bercumbu dengan laki-laki lain. “Ehm… iya aku sehat kok. Cuma agak kecapekan saja.

“Ya sudah kalau gitu selamat istirahat yang nyaman ya. Besok kutelfon lagi. I love You Nena. Daaa.”

“Daaa.” Jawab Nena pelan.

Satu bulan kemudian, Nena sudah tidak kuat, berada diantara cinta dua lelaki yang sangat berbeda. Putra semakin membuai, sementara Dedi juga masih menari-nari di hati Nena. Akhirnya Nena memutuskan untuk berterus terang pada Dedi. Nena mengirimkan e-mail ke Dedi yang berisi, “Maafkan aku Dedi, aku sudah mengkhianati kamu. Aku memang masih mencintaimu, tapi apa aku berdosa kalau aku mencari yang terbaik untuk hidupku. Karena sampai saat ini pun aku belum yakin denganmu. Bukan masalah perasaanmu. Tapi kesanggupanmu membahagiakanku. Terserah orang bilang aku matre atau pengkhianat. Aku bukan gadis ingusan yang cukup puas hanya dengan cinta. Lagian aku sudah lelah menunggu kesiapanmu Ded. Aku tak mau jadi perawan tua konyol, hanya gara-gara menunggumu. Tapi kuberi kamu satu kesempatan lagi. Tepat di hari ulang tahunku nanti, aku akan bertunangan dengan Putra. Tapi aku pasti membatalkannya, kalau kamu datang dan memperjuangkan aku untuk menjadi milikmu. Jadilah pangeran yang menjemputku dengan gagah. 15 Juni nanti, tepat jam 7 malam di Surabaya, ku tunggu kamu.”

Sejak saat itu Dedi tidak pernah menghubungi Nena lagi. Hingga tepat tanggal 15 Juni 2007, acara pertunanganpun berlangsung. Semua tampak bahagia, hanya Nena yang terlihat gusar. “Nena kamu ngapain saja sih di kamar, ayo keluar dong, Putra dan keluarganya sudah datang.” Panggil Ibu Nena, menambah kegelisahan.

“Iya .. iya sebentar lagi pasti aku keluar Bu,” jawab Nena.

“Ya Tuhan, ini sudah jam 7 kurang 5 menit, tapi dimana Dedi. Kenapa dia belum datang juga. Ayolah Ded, datanglah aku masih sangat mencintaimu. Apa dia nggak mau datang ya. Atau jangan-jangan ada apa-apa dengan dia ya.” Gumam Nena sambil mondar-mandir sendirian di kamar.

Akhirnya Nena keluar dari kamarnya. Semua tampak kagum dengan kecantikan Nena, yang terbungkus gaun malam anggun, dan make-u natural. Acara pertunangan pun berlangsung, perasaan puas dan kemenangan terpancar dari wajah Putra. Namun suasana pertunangan itu, tiba-tiba menjadi hening ketika adik Nena iseng menyalakan televisi. Ada berita kecelakaan pesawat terbang jurusan Yogyakarta-Surabaya. Tidak ada penumpang yang selamat, salah satu korbannya bernama Dedi Praditya S.Sos. Seketika tubuh Nena melemas, jantungnya seakan teriris-iris, air mata pun mengalir tanpa suara.





Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di www.roomantik.com

Random

Powered by: Blogger

Internet

Form
buat Anda yang ingin memasang iklan disini. FREE... !!
(for you who want to advertise here. FREE ... !!)
  • Image Verification
    captcha
    Please enter the text from the image:
    [Refresh Image] [What's This?]

Powered byEMF Online Form
Report Abuse