-

Font Size :

Language

Monday, January 5, 2009

the end aura

Informasi Halaman :
Author : Yurika Febri Perdana ~ admin ebiSHARE_Blog's
Judul Artikel : the end aura
URL : http://ebishare.blogspot.com/2009/01/end-aura.html
Bila berniat mencopy-paste artikel ini, mohon sertakan link sumbernya. ...Selamat membaca.!



Sesaat Aura merasa linglung. Nafasnya tertahan menatap apa yang dipegangnya sekarang. Undangan berwarna emas. Dan di situ tertera inisial yang dirangkai dengan sangat artistic “Jr”. Berharap apa yang dibacanya salah.

Matahari bersinar terik siang itu. Namun hal tersebut, adalah hal yang biasa bagi kami yang tinggal di Surabaya walaupun keringat yang menetes sebesar biji jagung. Suara klakson mobil dan angkot yang melewati daerah Dharmawangsa semakin padat saja. Maklum hari itu menunjukkan pukul 12 siang lebih 15 menit. Itu adalah hal biasa mengingat jam tersebut adalah jam di mana para manusia yang keroncongan keluar mencari makan. Sehingga bukan hanya kendaraan yang ramai, para pejalan kaki pun tak kalah bersaingnya.

Lalu sebuah teriakan serak dari seorang gadis berambut keunguan dari balik kaca mobil di seberang jalan memecah lamunan. Membawaku kembali ke bumi, dan memaksaku untuk mengikutinya. Dia adalah Rani. Dengan usia perkenalan yang hanya 2 minggu, dan pertemuan yang cuma terhitung 2 kali di sebuah club bilyard. Rani, seorang yang menyenangkan. Bukan tipikal orang yang suka berbasa basi bahkan cenderung terlalu ceplas ceplos. Wajahnya yang tergolong “ganas” alias jutek abis, cukup bisa dimaklumi karena hal tersebut berasal dari takdir cetakan orang tua. Rani bukanlah tipikal perempuan yang setuju untuk sebuah ikatan pernikahan. Dia lebih suka hanya berkawin tanpa menumbuhkan janin. Hakh????

Lewat Rani pula aku, si Aura, akhirnya mengenal bagimana cara “minum” tanpa harus mabuk. See???? Rani , oh Rani. Konsep berpikir yang diberikan Rani memang gila. Tapi lewat dia aku menemukan pembenaran. Misal, dia pernah menyarankan untuk berselingkuh. Kenapa? Karena katanya, bagaimana kamu tahu kepada siapa kamu nyaman, kalau kamu tidak mencoba dengan orang lain juga. Walaupun dia mengakui bahwa sungguh tidak sopan untuk manusia yang membandingkan orang-orang di sekitarnya. Lucunya konsepnya berpikir berdasar pada bahwa “apapun buat kebahagiaan dihalalkan”. Dan aku menerima konsepnya lalu menyimpannya di pikiran saja. Terlalu takut untuk berselingkuh.

“Eh Bu, ngelamun aja? Mikirin Darma ya??? Duh …jangan kayak orang susah gitu deh. Kalo lo ragu ma dia ya break dulu aja!”

“Hah???”
“Ya iyalah, Darma itu ga layak buat lo, Neng.”
Dan aku hanya bisa tersenyum kecut. Menahan perasaan kesal yang mendobrak-dobrak, sambil berkhayal bisa menonjok bibir comel si Rani. Berhubung jarak kosku bersisa 200 meter. Akhirnya mencoba mengurut dada. Setelah itu dengan memakai topeng kebaikan, aku, si Aura, melambaikan tangan tanda berterimakasih. Sejak saat itu kami pun sering bertemu di momen weekend. Atau sekedar makan siang bareng di caffe di antara kantor kami. Peretemuan dengan Rani menjadi semakin sering dan semakin intens. Rani seperti menjadi virus mematikan tanpa penawar. Kegilaan konsep berpikir dari Rani yang gila dengan enjoy terserap merasuk. Dari Rani pula aku dengan tanpa malu menunjukkan bahwa aku perempuan dengan rokok. Lalu dengan tanpa malu, nongkrong bersama siapa pun aku merokok, dengan paham bahwa “Be Your Self”. Aku lupa bahwa dengan demikian aku akan memperkecil peluangku menjadi seorang Nyonya Darma. Aku semakin egois, keliru menancapkan paham “apa adanya” ke orang-orang terdekat. Tidak pernah lagi aku peduli dengan perasaan Darma padaku, yang memandangku seperti perempuan yang baru. Yang tiada lagi kurang menghargai orang sekitar, bahkan tanpa disadari aku juga tidak lagi menghargai diriku sendiri.

Banyak hal yang berubah, termasuk dari prinsip di mana ketakutanku berselingkuh kini menjadi hal yang begitu menyenangkan. Flirting dengan orang-orang baru. Hanya untuk menjadi sesi kebanggaan dalam pencarian eksistensi pergaulan. Perasaan diakui menarik oleh orang lain tidak pernah puas untuk diakhiri. Sampai pada akhirnya aku berselingkuh. Dan Darma memutuskanku.

“Aku ga bisa jalan sama kamu Ra.” Masih terngiang kata-kata Darma saat kami berpisah, lalu sambil menggeleng dan berkata lagi, “Sekalipun gue cinta .” Kalimat itu terlalu menohok. Berharap akan ada keajaiban, semua akan kembali seperti semperti semula. Hari itu, aku tidak menangis meraung-raung. Terlalu sakit untuk menangis, jadi memilih diam dan membiarkan Darma pergi.

Lalu lima tahun berjalan, aku, si Aura, tetap Aura seperti lima tahun lalu. Modern, suka nongkrong, peminum, perempuan dengan rokok, dan tetap sensitif. Dan ketika bertemu Rani hari ini di CC (Coffe Corner). Rani yang manis dengan bibir tipisnya yang comel, kulit cokelatnya yang sehat, dengan gaya “waist stripes tube merah” nya yang dia match bersama cardigan tak berlengan unggu-nya. Dia terlihat begitu fresh. Karena dia tidak lagi merokok. Lalu surprise bahwa dia telah menerima sebuah lamaran. Itu berarti dia totaly bereuforia. Aku merasa gagal. Bukan karena akhirnya Rani akan naik pelaminan untuk menjadi Nyonya Arjuna Darmawan, lelaki yang dengan sangat menyesal telah kuabaikan namun tetap selalu kucinta. Tapi karena aku sadar aku menghilangkan banyak hal yang seharusnya telah aku dapat. Dan aku tahu itu, menyadari ketika undangan berwarna emas itu berada di hadapanku.





Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di www.roomantik.com

Random

Powered by: Blogger

Internet

Form
buat Anda yang ingin memasang iklan disini. FREE... !!
(for you who want to advertise here. FREE ... !!)
  • Image Verification
    captcha
    Please enter the text from the image:
    [Refresh Image] [What's This?]

Powered byEMF Online Form
Report Abuse